Thursday, 14 August 2014

Khutbah Jum’at ” Memuliakan Ulama Pewaris Para Nabi”

Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.

الْحَمْدُ الدَّائَم بَرُّهُ، النَّافِذِ أَمْرُهُ، الْغَالِبِ قَهْرُهُ، الْوَاجِبِ حَمْدُهُ وَشُكْرُهُ، وَهُوَ الْحَكِيْمُ اْلخَبِيْرُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فِي الْمُلْكِ وَالتَّدْبِيْرِ، جَلَّ ذِكْرُهُ، وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ اْلأَمْرُ كُلُّهُ، عَلاَنِيَّتُهُ وَسِرُّهُ، لاَ رَادَّ لِقَضَائِهِ، وَلاَ مُعَقَّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، الْهَادِي الْبَشِيْرُ، وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الأَبْرَارِ، وَصَحَابِتِهِ الْأَخْيَارِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang sangat luas rahmat dan kasih sayang- Nya terhadap hamba-hamba-Nya. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah Subhanahu wata’ala semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Saya juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya yang telah menunjuki umatnya kepada agama yang mulia. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulillah dan keluarganya, para sahabat, dan kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dengan bertakwa kepada-Nya, seseorang akan memperoleh keridhaan-Nya, memperoleh kebahagiaan yang selama-lamanya, serta akan
diberkahi harta, anak, dan keluarganya. Sungguh, betapa beruntungnya orangorang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Ketahuilah bahwa ilmu syar’i, yakni ilmu tentang agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah, adalah ilmu yang dimaksud ketika disebutkan di dalam ayat ataupun hadits NabiShallallahu ‘alaihi wasallam. Jadi, ilmu yang disebutkan keutamaannya dalam banyak hadits adalah ilmu tentang agama Allah Subhanahu wata’ala. Begitu pula ulama yang disebutkan pujian dan keutamaannya oleh Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya adalah ulama yang membawa ilmu syar’i. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (al-Mujadilah:11)
Hadirin rahimakumullah,
Perlu dipahami pula bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah mengutus utusan-Nya kepada kita sebagai rahmat dan kasih sayang untuk seluruh alam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikan kepada umatnya segala yang dibutuhkan. Maka dari itu, setiap kebaikan telah beliau n tunjukkan kepada umat ini sebagaimana pula setiap kejelekan telah diperingatkan umat ini darinya. Demikian pula, Allah Subhanahu wata’ala telah menyiapkan untuk Rasul-Nya orangorang mulia yang dipilih untuk menjadi para sahabatnya yang mempelajari agama ini secara langsung melalui beliau. Jadilah para sahabat radhiyallahu ‘anhuma sebagai para ulama yang muncul pertama kali di umat ini. Merekalah sosok yang dipilih untuk mengambil dan membawa syariat yang diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Karena itu, kita dapati mereka  pada masanya adalah orang-orang yang senantiasa bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersemangat untuk menghadiri majelis beliau. Bahkan, ketika di antara mereka tidak bisa selalu hadir, mereka saling bergantian dengan tetangganya demi menghadiri majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti yang dilakukan sahabat ‘Umar dengan tetangganya dari sahabat Anshar radhiyallahu ‘anhuma. Ketika salah satunya harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga tidak bisa hadir, yang satunya menggantikannya menghadiri majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kemudian menyampaikan apa yang didengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada temannya. Begitu pula jika sebaliknya. Begitulah, kita dapatkan mereka adalah sosok-sosok yang sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan tentunya juga dalam hal mengamalkan ilmu. Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu sebagaimana disebutkan oleh al- Imam ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan,
كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إِذَا تَعَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزْهُنَّ حَتَّى يَعْرِفَ مَعَانِيْهِنَّ، وَاْلعَمَلَ بِهِنَّ
“Dahulu, apabila salah seorang di antara kami mempelajari (bacaan) sepuluh ayat, dia tidak akan melanjutkannya hingga dia mengetahui kandungan maknanya dan mengamalkannya.”
Para sahabat telah mengerahkan segala upaya dalam mempelajari dan membawa syariat ini. Dengan demikian, generasi tabi’in yang datang setelah mereka tidak akan mengetahui kebenaran dan hidayah kecuali melalui para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Merekalah perantara antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan generasi berikutnya yang tidak akan sampai al-Qur’an dan as-Sunnah kecuali melalui mereka. Hal ini menjadi sebab keistimewaan dan kelebihan para sahabat dibandingkan dengan generasi berikutnya.
Oleh karena itu, siapa pun yang tidak mengikuti pemahaman mereka dalam memahami ayat dan hadits, dia tidak akan berhasil untuk mendapatkan kebenaran. Sebab, tidak ada penghubung yang menyampaikan Islam antara kaum muslimin yang datang setelah masa mereka dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali melalui jalan para sahabat. Dengan sebab ini pula, para sahabat radhiyallahu ‘anhuma adalah orang-orang yang akan mendapatkan pahala dari setiap orang yang mengikuti agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir zaman. Hal ini tentu juga menunjukkan keistimewaan mereka radhiyallahu ‘anhuma dibandingkan dengan yang lainnya.
Hadirin rahimakumullah,
Dengan datangnya generasi berikutnya, yaitu para tabi’in, yang mengambil ilmu dari para sahabat, muncullah para ulama berikutnya yang mengikuti jalan para sahabat. Demikianlah, seakan-akan terbentuk mata rantai yang bersambung sehingga agama ini terus terjaga serta dibawa oleh para ulama yang telah mengambil ilmu dari ahli dan pakarnya. Muncullah setelah generasi sahabat, para tabi’in yang telah mengambil ilmu dari manusia-manusia mulia yang benar-benar paham terhadap agamanya. Inilah sesungguhnya jalan yang benar, yaitu mempelajari agama dari ahlinya.
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa ulama-ulama terdepan di umat ini dari kalangan para sahabat dan tabi’in serta para ulama yang datang berikutnya, adalah pewaris para nabi karena mereka benar-benar telah mengambil ilmu dari
ahlinya yang memahami ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَإنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأنْبِيَاءِ، وَإنَّ الْأنْبِيَاءَ لَمْ يَوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً، وَإنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya, sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat mencukupi.” ( HR. Abu Dawud dan yang lainnya, dinyatakan sahih oleh al-Albani)
Hadirin rahimakumullah,
Tampak jelaslah tingginya kedudukan para ulama sehingga disebut sebagai pewaris para nabi. Mereka adalah orangorang yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Mereka pun senantiasa disebutkan kebaikan dan pujiannya oleh generasi yang berikutnya. Meskipun di saat hidupnya tidak sedikit orang-orang yang memusuhi dan menghalangi dakwah yang diembannya, namun dengan sebab kesungguhan memanfaatkan waktu dalam menuntut ilmu dan menyampaikannya, Allah Subhanahu wata’ala memuliakan mereka. Hal ini juga menunjukkan penting dan mulianya ilmu yang pada hakikatnya adalah warisan para nabi. Maka dari itu, ilmulah sesungguhnya yang akan terus bermanfaat dan menyertai orang yang memilikinya hingga setelah wafatnya.
Oleh karena itu, meskipun kita berada di abad yang kelima belas, banyak ulama terdahulu yang selalu disebut-sebut namanya. Kita bisa mendengarkan pujian terhadapnya sehingga seakan-akan mereka hidup bersama kita. Di samping itu, faedah dari ilmu yang mereka sampaikan dan disebutkan dalam kitab-kitab mereka pun terus dirasakan oleh kaum muslimin dari generasi ke generasi. Semua ini jelas menunjukkan betapa besarnya nilai dan keistimewaan ilmu dibandingkan dengan harta dan semisalnya dari kenikmatan dunia. Akhirnya, marilah kita menjadi orang-orang yang senantiasa memahami pentingnya ilmu dan mulianya kedudukan para ulama. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala  senantiasa memudahkan kita untuk terus bersemangat dalam menuntut ilmu dan mengikuti petunjuk para ulama.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ رَبِّ الْعَالمَِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ اْلمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْنُ، مَنَّ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ بِأَئِمَّةٍ هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهِ الَّذِيْ أَكْمَلَ بِهِ الدِّيْنَ، وَأَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ الرَّاشِدِيْنَ المُرْشِدِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketahuilah bahwasanya setinggi apa pun ilmu seorang ulama, tidak ada di antara mereka yang menganggap dirinya telah menguasai seluruh ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu, kita tidak boleh meyakini adanya seorang ulama yang dianggap telah menguasai ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam secara menyeluruh tanpa ada yang terluput darinya. Ulama adalah seseorang yang terkadang harus berijtihad sebatas ilmu yang sampai kepada mereka. Apabila ijtihadnya benar, mereka mendapatkan dua pahala; apabila salah, mereka diampuni kesalahannya, bahkan mendapatkan satu pahala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا اجْتَهَدَ وَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ
“Apabila seorang hakim berijtihad dan benar ijtihadnya, dia mendapatkan dua pahala; jika ia berijtihad dan salah ijtihadnya, dia mendapatkan satu pahala.” (HR. al-Bukhari)
Hadirin rahimakumullah,
Demikianlah yang harus kita yakini terhadap para ulama. Tidak ada di antara mereka yang boleh meyakini atau diyakini bahwa dirinya menguasai seluruh ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita meyakini pula bahwa mereka berada pada dua keadaan dalam mengemban amanat membawa ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu mendapatkan dua pahala atau satu pahala ketika berijtihad. Hal ini berlaku pada para ulama, termasuk kalangan terdepan dari mereka, yaitu generasi para sahabat. Oleh karena itu, kita dapatkan pada masa al-Khulafa ar-Rasyidun beberapa kejadian dan muncul beberapa permasalahan.
Namun, mereka, orangorang terdepan di umat ini, tidak mengetahui hukumnya dari ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka tidak memutuskannya sampai bertanya kepada sahabat lainnya yang mengetahui hukum tersebut. Sebab, dahulu memang tidak setiap sahabat bisa hadir dan mendengar apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu pula para ulama dari generasi berikutnya. Karena itu, kita mendapatkan ulama yang tidak diragukan ketinggian ilmunya, seperti al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, dalam beberapa kesempatan mengatakan, “Kalau haditsnya sahih, aku berpendapat dengan pendapat tersebut.” Dengan demikian, para ulama yang setelahnya ketika sampai ilmu kepadanya tentang kesahihan sebuah hadits, dia mengatakan, “Ini adalah mazhab al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah karena hadits dalam masalah ini sahih.” Begitulah, para ulama dengan keluasan ilmunya tetap mengakui keterbatasan dirinya dan meyakini bahwa kebenaran adalah yang sesuai dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita menjadi orang-orang yang mengerti kedudukan dirinya dan menyadari betapa sangat sedikit ilmunya. Janganlah kita menjadikan ilmu yang telah sampai kepada kita sebagai alat untuk merendahkan dan menghina orang-orang yang di bawah kita. Ingatlah
bahwa di sana ada orang-orang yang telah kokoh dan luas ilmunya, yaitu para ulama. Wajib bagi kita untuk memuliakan mereka dan memenuhi hati kita dengan kecintaan kepada mereka, mencontoh mereka dalam hal kesungguhannya mengikuti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, serta mendahulukan pendapat mereka daripada pendapat dan anggapan baik yang datang dari pribadi kita atau orang-orang di sekitar kita.

No comments:

Post a Comment